Senin, 05 September 2011

Membangkitkan Inisiatif Menulis

Oleh: Aliansyah Jumbawuya

Anda tidak akan pernah menang jika tidak pernah memulai.

(Helen Rowland)

***

Dalam hidup ini berbagai peristiwa selalu datang dan pergi silih-berganti. Karena itu, dunia tak pernah sepi dari berita. Dulu orang ramai membicarakan Pilpres, belakangan perhatian khalayak tersita pada kematian megabintang Michael Jackson yang sampai sekarang jenazahnya belum juga dikebumikan. Nanti, entah kejadian apa lagi yang bakal menyentakkan publik.


Artinya, saban hari kita senantiasa direcoki oleh peristiwa demi peristiwa. Sayang, semua itu sering berlalu begitu saja. Padahal, di balik setiap momen pasti ada hikmah yang bisa digali untuk dijadikan bahan tulisan. Lalu, kenapa kita jarang melakukannya? Karena kita kurang memiliki inisiatif, sehingga abai melihat peluang.

Begitu pula di sekeliling kita beragam masalah bersileweran. Misal, pemerintah memprogramkan pendidikan gratis lewat BOS, kenyataannya di beberapa sekolah masih ada pungutan-pungutan yang memberatkan orangtua murid. Kalau kita hanya diam menyaksikan kasus penyimpangan tersebut, boleh jadi praktik-praktik serupa akan bertambah subur. Karena itu, harus ada yang melaporkan ke instansi berwenang atau mengkritisi lewat tulisan dan mempublikasikannya di media massa.

Intinya, selama berbagai problem dan ketidakberesan terus ada, maka sepanjang itu pula ide-ide tulisan tak pernah habis. Tinggal, apakah kita punya inisiatif atau tidak untuk menuliskannya?

Inisiatif bersumber dari dalam diri, muncul atas keinginan sendiri. Kalau menunggu disuruh orang lain, baru tergerak untuk menulis itu sih namanya menjalankan perintah. Umpama, saat mendapat tugas membuat makalah dari dosen. Lantaran takut dapat nilai jelek bila tidak mengerjakan, terpaksa menulis. Begitu selesai, berhenti menggoreskan pena. Tak ada hasrat untuk mengembangkan keterampilan menulis.

Padahal kalau dipikir-pikir, ketimbang menulis makalah yang topiknya telah ditentukan jauh lebih mudah membikin artikel atau karya fiksi. Selain pendek, sekitar 3-4 halaman HVS folio, juga bebas memilih tema yang disukai. Jadi, tidak terlalu menguras waktu dan pikiran. Tetapi kalau dasarnya memang tak ada inisiatif menulis, ya susah!

Salah satu ciri orang yang sukses itu penuh inisiatif. Kapan dan di manapun berada si bersangkutan punya seabrek gagasan. Tidak hanya sebatas wacana, juga berusaha untuk mewujudkannya. Karena itu, tak heran jika karirnya cepat melejit. Dalam kamus hidupnya tidak ada istilah menganggur, sarat dengan aktivitas.

Apalagi bagi mereka yang hendak menggeluti profesi sebagai penulis, inisiatif merupakan syarat mutlak. Sebab, dalam hal ini tidak atasan yang memerintah dan mengawasi — kemauan untuk menulis semata muncul dari dorongan dalam diri. Tanpa inisiatif, jangan harap bisa melahirkan sebuah tulisan.

Membuka Kesadaran
Suatu kali dalam sebuah pelatihan kepenulisan saya mengajukan pertanyaan kepada sekitar 30 peserta, “Sebelumnya adakah di antara kalian yang pernah menulis dan mengirimkannya ke media massa?” Semua mahasiswa itu menjawab dengan mantap, “Tidak!” Dalam hati saya menggumam: kalau mencoba saja tidak pernah, lalu bagaimana mungkin bisa jadi penulis. Letak persoalannya bukan karena mereka tidak berbakat atau berpotensi, melainkan lantaran ketiadaan inisiatif. Terhadap kelompok ini agaknya dijejali sejubel teori pun mungkin tak akan begitu berarti.

Maka, tanpa banyak cingcong saya giring mereka ke suasana tertentu. Mulanya mereka saya ajak berimajinasi dan membayangkan, ketika pulang dari kuliah tiba tiba di tengah jalan mengalami tabrakan dan luka parah. Saat di bawa ke rumahsakit, ternyata dokter angkat tangan. Tiba tiba di ujung ruangan tampak malaikat Izrail siap mencabut nyawa mereka. Tapi sebelum itu, ia berbaik hati memberi kesempatan kepada mereka untuk menulis surat wasiat kepada orang orang yang dicintai.

“Waktu kalian tak banyak, hanya 5 menit. Karena itu, tuliskanlah apa saja yang terlintas dalam pikiran dan perasaan kalian. Entah itu ungkapan kasih sayang kepada orangtua yang selama ini tidak sempat diutarakan, atau sekadar permintaan buat melunasi utang yang belum dibayar. Terserah apapun itu, yang penting segera tuliskan sekarang juga,” pancing saya dalam sebuah simulasi.

Sesaat kemudian, generasi harapan bangsa itu pun khusyuk menulis. Masing masing berusaha menumpahkan gejolak batinnya dengan serius. Ketika batas waktu berakhir, semua menyerahkan goresan penanya. Setelah diperiksa, rata rata berhasil menulis 5 6 paragraf. Bahkan, ada dua orang yang sampai sehalaman penuh kertas kuarto.

“Andai tidak ditantang seperti tadi, kami tak akan tahu bahwa sebenarnya kami bisa menulis,” cetus seorang peserta.
Ya, itulah maksud saya mengajak praktik langsung, supaya setelah membuktikan sendiri kesadaran mereka terbuka, bahwa mereka juga punya kemampuan menulis. Hanya saja selama ini terpendam karena tidak dicoba.

Di sinilah inisiatif menjadi kunci utama untuk memasuki dunia kepenulisan. Karena itu, siapapun yang berniat ingin jadi penulis hal pertama yang perlu dilakukan ialah membangkitkan inisiatif menulis dalam dirinya. Meski dorongan untuk berkarya bisa saja distimulasi oleh orang lain, tapi itu bersifat sesaat atau temporal. Pada akhirnya kita sendirilah yang harus membangun inisiatif tersebut.

Dalam konteks ini ada baiknya kita menerapkan rumus 3M yang dicetuskan dai kondang Aa Gym, yaitu: mulailah dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, mulailah sekarang juga.

Ingat, tanpa inisiatif secerdas apapun seseorang rasanya mustahil bisa jadi penulis.

Kayak apa pendapat dangsanak, akur juakah? []

Sumber: www.pesastra.com

1 komentar:

Zian mengatakan...

Akuuuurr... mantab banar.

Posting Komentar